“Seorang pendosapun ingin melabuhkan
hatinya pada sang khaliq, robbulidzati”
Renungan Puasa Hasyim Ahmadi
Malam pukul 22.30 WIB, 3 Ramadahan 1433, kepala berputar
hatipun mengukur keliaran logika yang semakin menggila, tampaknya “respon sebait
kata rindu”, termanifestasi dalam sosok wanita sholehah.“Sekisah gurauan jejaring sosial yang tak mengenal batas negara, menjelajah dunia
tanpa paspor, ya penembaraan jejaring sosial. Ruang tanpa batas, kemana pun “Aku”
mengembara dunia kutemukan, namun keresahan atas tunggangan yang kukenal dengan istilah
pengembaraan, tak ayal menunjukan kisah yang tak ada dibenak rencanaku, “ya” rencana
Robbulidzatilah yang menjadi komandoku. “ Aku ingin sekali menggodanya,
kukatakan padanya sebait istilah kosong dan ambigu, yang tak “kukenal” dan tak
pernah “kulahirkan dari perenungan “, kata
RINDU” yang kupungut dalam pengembaraan ku, “Kata-kata kosong tanpa makna dan
arah”, hanya syahwat Jasad yang menuntunku untuk melangkah dengan kata Ambigu dan kosong itu “Ya RINDU”.
“ puihhh…puitik benar bahasaku kali ini, hanya menggodanya, sombong benar bahasaku
ini. Aku hanya riya, untuk membagikan kata rindu yang ku pungut dalam
pengembaraan padanya, sosok wanita Sholehah, yang menjadi harapan ku. “Entah
Pengusa Jagad ini “ ?!...”Pria naïf yang bodoh”, dan tak tahu apa itu artinya
permohonan, kawan ku menyebut dengan istilah yang sangat agamis dan
cenderung menasehati “Istikhoroh”, kalimat ini yang kuingat. “ Aku yang masih
termenung diingatkan akan satu kata yang
sangat tajam pandangan ruhaniyyahnya, pengutipan dari sosok ulama Sholeh “Ibnu
Athoillah As.Syakandary”, ““Cukuplah bahwa yang disebut balasan bagimu, adalah,
bahwa Allah ridho padamu sabagai hamba yang taat padaNya.” “ Aku kembali terdiam dan
merenung, kemudian kumatikan lampu diruang kerja, tak lupa kuhisap sebatang
rokok kesukaaan ku, kuhisap dalam, kali ini pengembaranku tak lagi berseluncur melalui jejaring social….”kuhadapkan wajahku
kelangit,. Ruang kerja yang sekali ku buka tamppak langit yang gelap ingin
kutembus berharap ada jawaban dari pengembaraan ku tentang “ Makna wanita
Sholehah”. “Dan Apa itu RINDU“?...
_______________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
NYANYIAN RINDU SERUNI
Sesekali
ku tebar senyum pada tamuku, ya begitu lah pekerjaanku, aku berada di frontoffice,
sebuah gedung olahraga mewah, kebanyakan yang berkantong tebal juga para pebisnis.
Olahraga yang tak pernahku bayangkan untuk bisa memainkanya, apalagi berada di
lapangan itu. “Ya“, hanya saja secara kebetulan aku berada dan bekerja ditempat
mewah, tempat orang yang berkantong tebal menghabiskan waktu dan berbisnis,
atau juga sekedar olahraga. Bola kecil putih dan lapangan luas, hanya samarku
dengar berita di Koran, kalau lapangan golf itu
di bangun di atas penderitaan orang-orang susah dan miskin, lapangan olahraga
yang berpondasi tulang belulang orang melarat, “Apa benar seperti itu?” Kini
aku berdiri tepat di sini, atau barangkali jika benar, pada malam hari
suasananya seram seperti film-film horor indonesia, “film horor Indonesia, yang
menggelikan bukan menakut kan.“ Ya tapi tetap ku tonton…film Indonesia, walau
tak se horor Indonesia ku dan kisah ku ini. Gedung dan lapangan mewah nan megah,
di hantui kaum melarat, yang mungkin lapangan golf itu bisa di tempati ribuan
warga miskin, “ sungguh luar biasa !”. Orang –orang kaya di negara ku ini, bisa
membeli kesenangan kaum melarat. Hanya untuk memukul kan tongkat sakti nya ke
lubang.
Kala
itu memang sangat lah muda usiaku. Ya terasa sekali usia muda, satu tahun aku
menjalani pacaran dengan nya. Usia 21 tahun kami menikah dengan lelaki pilihanku
“ Bibin, setiap kali memanggil nya”, keluarga ku memang tidak setuju dengan
nya, namun aku coba menyakin kan kisah cinta ku dengan nya pada kelurga ku.
Atas alasan cinta aku menjadi kuat hidup bersamanya. Hari demi hari ku lewati, ku pendam roman ketidak puasan ku dan
penderitaan ku. Terasa dan mulai pahit
getirnya hidupku rasakan. Aku di boyong ke keluarga nya dan hidup se atap
dengan kelurga lelaki pilihan ku, segenap rasa senang dan pahit hanya ku
rasakan dan ku jadikan pelajaran hidup. Aku, Ibu dan ayah mertua serta 1 orang
adik nya, walau terasa berat ku hadapi aku pun berangkat ke kediaman baru ku.
Atap keluarga baru ku dengan wajah dan karakter yang baru pula, suami ku anak
ke 3 dari 4 bersaudara, laki-laki satu-satu nya di keluraga, ia bekerja sebagai
seorang marketing handal di salah satu perusahaan Malaysia yang bergerak di
bidang prodak prodak kesehatan. Kembali ku bercerita pada seseorang melalui
benda kecil yang di sebut handphone,
siang itu tepat jam 13.12 menit, 6 september, empat hari menjelang
lebaran. Wuih sungguh luar biasa, bulan
penuh berkah, rahmat dan ampunan itu. Tapi tiap kali ku ingat dia, hanya sesal
dan penderintaan yang ku ingat, memang tadi tak sedikit pun ku ceritakan
hal-hal yang menyenangkan ketika ku bersama nya, hanya cacian dan makian yang
ku sebut. Sesekali ku tinggal kan lawan bicara ku, karna posisi ku saat
bercerita sedang memainkan papan keyboard, gaul dan trend anak muda sekarang, fesbuk
Ya!, ku sambi lawan bicara ku dengan chating, aku pun mencoba jujur dan
bersikap apa ada nya dengan cerita ku, mungkin kawan yang mendengarkan cerita
ku juga menilai ku tentang apa yang telah ku ceritakan. Sungguh berat ku
ceritakn pengalaman hidup ku, tapi biarlah, semoga saja menjadi hikmah
tersendiri bagi yang lain nya.
Tiga
puluh tujuh tahun kini berlalu, dua orang anak kecil yang sedang berlari mengingat
kan ku akan orang yang ku kasihi, sambil ku rapih kan tempat tidur ku, sinar
matahari membelah, semakin meruang sinar nya memaksa masuk kamar tidur ku,
kembali ku mengintip lewat jendela, dua
orang anak kecil yang belari menuju sekolah nya. menari-nari dan kadang
meloncat-loncat itu. Ia menggodaku?” Aku teringat cerita yang hampir terlupakan
tentang orang yang kini ku tinggal kan.
Menggoda seorang perempuan, “ya” di tempat bola putih kecil itu
menggelinding. Tempat nya harapan-harapan orang melarat terkubur. Di sana pula
lah cinta ku bersama nya tumbuh, cinta ku tumbuh dipadang golf yang
berpondasikan keringat dan tulang belulang kaum dhuafa, tulang-tulang manusia
terjajah.
dan
mengatakan !“
cinta
ku untuk mu seorang.
“ Aku hanya mengingat kan kalian!”,
jangan
pernah merasakan apa yang sudah ku rasakan “.
“Mengapa
diam saja?
Tak boleh
aku berkata tentang sesuatu?”
Terus saja ku rapih kan bibir ku dengan
sebatang gincu merah tipis, barangkali cermin buluk iu mentertawai ku, setiap
kali ku membatin dengan nya. Setiap kali ku sesali peristiwa yang menyesak kan
hati seolah cermin berubah seperti comberan di belakang rumah yang bau. Aku
menangkap sinisme dari cermin buluk ku, dari pernyataan itu. Cermin buluk ku
pun tak setuju untuk mengenang nya dia hanya berharap aku akan maju menatap
masa kini untuk berjalan ke depan. Ya. Barangkali untuk kamu. Karena kamu anak
yang tak pernah bergulat dengan comberan di belakang rumah ku dan setiap kali
air nya mampet, maka aku lah yang menjadi korban, untuk membersih kan nya,”
jelas cermin““Ya kamu tahu itu. Tapi jangan begitu. Bukankah aku mencintaimu?
Dan kamu?” Bibin tak ragu mencintai Seruni, gadis yang akrab sekali dengan
comberan bau di belakang rumah nya, “apakah kamu lelaki, keturunan hewan yang
berbuntut itu? Tanya cermin, pada seruni !” Seruni mengambil, boneka barbie dan
mobil-mobil-an yang hampir rusak. Benda yang selalu mengingat kan akan
kerinduan ku pada-anak-anak ku. Aku ingat sekali, aku belikan ia mainan, Untuk
putri ku yang tercantik ku, dan sang jagoan ku hadiai mobil-mobilan, ku
berharap kelak ia akan menjaga mama nya di kala tua nanti, begitu pun boneka
yang ku berikan pada puteri ku, kasih dan sayang nya untuk mu berdua, kenapa ku
berkata berdua!, tanpa ayahnya anak-anak?... Aku memiliki alasan sendiri,
barangkali di usia yang sudah menjelang akil baligh, kedua anak ku pun
merasakan hal yang ganjil. Kenapa ayah ibu tidak tinggal seatap dengan kami.
Sudah hampir dua tahun aku meninggal kan keluarga ku, aku tak mau di bohongi
oleh keterpaksaan yang tidak membuat ku dewasa. Aku sudah muak di bohongi, dan
aku merasakan hal yang tidak mengenakan, perasaan hati yang mengganjal . Gaji
yang ku dapat dari bekerja ku membantu suami, tak lupa aku membelikan Arjuna
dan Srikandi ku, hilang semua rasa capek dan sakit ku ketika ku dapat
membahagiakan anak-anak ku. Sebatas bayangan semu, saat ini yang dapat ku
ingat, dan cermin buluk ku, seperti mencibir kembali.
“Kenapa kau masih seperti itu ?”
“
Aku tak bisa lari dari bayangan ke rinduan ku !“
“Itu
sudah resiko, terima dan jalani apa yang sudah menjadi keputusan mu!”.
Tanpa ku sadari,
air mata ku menetes, membasahi boneka anak ku, “. Cengeng benar aku ini!, “ Aku
ini wanita kuat yang tak boleh menangis, aku ini kuat!...aku ini kuat,
menguatkan hati ku yang mulai lemah, karena deraian air mata,
“kenapa
aku ini ?”
“ka
! terdengar pelan suara dari luar kamar Seruni memanggil.
“Ayo! Cepat!,
mau bareng enggak!”
“Ya,
tunggu!” sambil bergegas merapih kan tas, dengan dandanan yang masih kurang
sempurna,. Seruni lari keluar kamar sambil melambaikan tangan pada cermin buluk
nya.
“ka
!, ngapain aja sih, ko lama banget di kamar ?”
“nama
nya juga perempuan, kalo bukan dandan emang nya ngapain ?”
“
iya perempuan sih perempuan, aku juga perempuan tapi ga lama-lama amat !”.
“kakak nangis ya ?”
“
Ah ! udah ah, bawel amat sih ! “
Angkot
meluncur mengantar kan kegelisan Seruni yang
terbawa, hingga ia turun. Jelas tergambar dari raut wajah menekuk bibir nya,
tak mengeluarkan aura senyuman, dan ketulusan ekpresi yang damai. ekpresi yang
menahan beban hati, kesedihan yang memancarkan aura emosional yang tak tertata.
AKU, IBU MERTUA dan SUAMI KU
“Yah, mau kemana?”...dengan wajah pucat dan
penuh harap bakal disapa, “ Mau ke rumah Ibu !” aku melarang nya untuk pergi,
aku juga wanita sama seperti ibu mu. Badan ku yang sejak kemarin kurang enak
badan dan lemas, berharap ada sapa’an kasih sayang darinya, dan itu sangat ku
harap kan sekali menemani ku di kala sakit, semoga saja bisa menjadi obat dan
penghibur ku di kala ku sedang sakit. Tapi pilihan nya berbeda, ia berkunjung
ke rumah ibu nya, sehari setelah ia pulang dari rumah ibu, aku pun coba
menguatkan diri dan menjadi sehat, lantaran keadaan lah yang mendokteri ku
untuk sehat.
“
yah…! Kemana aja sih kamu ?”. dengan wajah yang dingin dan tanpa merasa berdosa
“ Aku kan menengok ibu ku !,
“
sebenar nya apa sih mau mu ?...”, dengan nada tinggi sedikit menghardik ku !,
sebenar nya ia tahu kala itu aku sedang sakit,
namun sikap acuh nya membuat adrenalin kemarahan ku memuncak dan mendorong ku
untuk mengindah kan rasa sakit ku, dalam
hati,
“ bangsat sialan juga lelaki ini, ga tau apa
kalau gue ini lagi sakit, “ ku hanya berharap mendapat belaian dan kasih
sayangnya, itu akan mengobati rasa sakit ku. Aku tak mengira bakal terjadi
berantem hebat, antara aku dan suami ku.
” Pikir
ku “ Apakah dia sudah tak menyayangi ku lagi ?”.
Ku tepis
jauh setiap kali pikiran itu hinggap di kepala ku, aku hanya mau bahagia bersama nya. Suami ku sebenar
nya adalah orang yang sangat romantis, penuh rayuan manis yang memesonakan,
setiap kali dia merayu, bulan pun tak mampu bekata-kata, hanya diam dan terbuai
rayuan maut nya. Tak ku pungkiri aku tehanyut oleh nya. Mungkin barangkali
peradaban Jawa kraton memengaruhi perilaku nya, sehingga ia mampu me ratukan ku
sebagai layak nya seorang ratu Kanjeng. Namun kesedihan ku tak dapat ku tutupi,
kali ia menyakiti ku, seperti kebanyakan orang menapsir kan TUDUNG kepala Jawa
yang ku kenal BlANGKON orang menyebut nya,” Gondok di belakang”, tak mampu
mengungkapkan kekesalan nya di depan, begitu pun falsafah keris nya, yang di
letakan di belakang nya, sama ku tafsir kan, balas dendam di kemudian hari. Hmn
memang sedikit agak primordial dan berbau kesukuan. Aku yang di lahirkan di
tanah dekat para kaum Hokian bermukim, masjid pintu seribu yang terkenal itu
serta aliran sungai Cisadane, bahkan kini pemerintah daerah ku mempunyai pajak
yang sangat besar dari lalu lintas bandara Internasional, dari sanalah aku di lahirkan,
aku menyebut diri ku orang Betawi. Ku rasakan ada ke tidak cocokan dari tata
laku yang ku banggakan, namun itu bukan penghalang, namun terkadang menjadi alibi bagi ku untuk
menjadikan akar pangkal masalah, tepat nya sentimental gitu, namun hal itu dapat
ku atasi dengan kecintaan pada suami ku saat itu, yang kini ia ku kukatai
dengan nada sinis yang tak baik untuk di perdengarkan, hati kecil ku menolak
untuk berbuat seperti itu.
KENAPA ADA
DUKA YANG BELUM TEROBATI ?
Sejak dari malam aku enggan keluar kamar, suami ku yang hampir sudah tiga hari tidak pulang . Alasan nya tugas luar kota. Hanya sekali ku tengok anak-anak ku yang sedang tidur nyenyak, namun tampak juga rasa kegelisahan di wajah nya, igau-igau an yang tidak biasa ku dengar dari Arjuna dan srikandi ku.
“Pertanda apa gerangan?”. Aku mencoba menepis
kegelisahan ku dengan mengurung diri dalam kamar tidur ku. Ku main kan bola
golf kecil , yang ku ambil sewaktu ku dulu bekerja. Ku ingat bola putih bundar
berjerawat itu, tanda awal ku mengenal nya dan berpacaran hingga kini ia
menjadi suami ku.
“ Mas, andaikan tiap
malam kau ada disisi ku, dan mendampingi ku !?” penuh harap akan romantika
seperti dulu ku berpacaran.
Tak
ku tampikan sebenar nya, suami ku adalah pria romantis, namun arogansi lelaki
nya selalu muncul menerpa, aku tak kuasa menahan arogansi ke lelaki-an nya,
selalu saja ia katakan padaku dengan bahasa da’wah layak nya seorang ulama
kondang.
“ Aku kan
suami mu, jadi apa yang ku katakan kau
harus patuhi !.”
Kata-kata
itu pun yang selalu ku ingat, saat ku dalam kesendirian, kenapa itu yang di
jadikan senjata kaum pria, untuk menindas para istri-istri nya.
“ Sebenar nya aku pun tidak akan membantah,
jika saja ia bisa mengerti posisi ku sebagai seorang istri yang juga mempunyai keluarga.
Hal
yang paling membekas dan sempet ku ceritakan pada seorang sahabat ialah, ketika
kami akan menyunati sang jagoan ku, suami ku meminjam mobil perusahaan nya,
dengan menjemput seluruh kelurga ku untuk bermalam di rumah kami. Kejadian itu
kecil namun sangat membekas, aku hanya seorang istri yang ingin membahagiakan
ibu dan ayah ku. Nampak nya suami tak membaca ke inginan ku untuk saling
berbagi kebahagian pada keluarga ku, nampak sekali sejak kedatangan nya. Ini
yang ku khawatir kan!,
aku tak
mampu mengkomunikasikan pada suami ku, sebalik nya suami ku juga tak cerdas
menangkap signal dari ku. Ayah dan ibu, seperti tak di anggap nya sebagai orang
tua nya, walau hanya mertua. Aku kesal sekali tak dianggap!, namun itu ku
pendam dan ku tawar kan suasana dengan sesekali mengajak bercanda sang jagoan
ku, sebagai media komuniksai, agar suasana kehangatan seolah terbangun di
antara kami.
“Yah, sebelum berangkat, sebaik nya kita
sarapan dulu!”. Aku berharap ada respon baik dari suami ku.
“Nanti
saja lah, kan sudah ku katakan!, aku harus berangkat pagi-pagi”.
“Tapi
kan !”, menghardik tanpa wajah penuh dosa.
“Kan
sudah aku katakan, kalau aku bilang berangkat sekarang, Ya! Sekarang! Ngerti ga
sih!”, aku hanya terdiam, menahan rasa sedih, sarapan yang aku masak sejak
subuh tadi, tak di sentuh sedikit pun, kesedihan ku bertambah.
“Mungkin benar, jika wanita adalah prodak
penjajahan kaum pria!”, aku hanya membatin, kemudian aku bergegas untuk
membungkus makanan yag sudah tersaji di
meja makan, untuk mengantar kan ibu dan ayah ku pulang ke rumah.
“
Aku coba memahami nya secara bijak, mungkin saja mobil yang di pakai nya, untuk
menjemput kedua orang tua ku, mungkin pagi sekali akan di pakai, jadi ia
terburu-buru.
”
Atau mungkin ia juga berfikir tentang diri ku dan keluarga ku “Kamu ini ko
tidak mau mengerti sih!, aku ini capek mondar-mandir, ke sana sini!.” “Batin
ku!.”
CATATAN BUKU
Kesibukan
pekerjaan memang membuat ku lupa sesaat akan persoalan hidup ku. Kalau dulu aku
meninggalkan rumah, hanya dalam hitungan hari, kini sudah dalam hitungan
minggu, bulan bahkan tahun. Apa peduli ku pada nya kini, aku terlarut dalam
pekerjaan ku kini, hanya buku catatan kecil ini lah ku tumpahkan segala
kerinduan ku pada anak-anak ku. Pun juga sekali-sekali ku samarkan limpahan isi
hati dalam fraksi jaringan Up date Statusku di facebook. Dunia on line, yang mendata semua kegitan dan
kesibukan manusia didunia maya, hypertext transper protocol (http).
World, Wide, Web (www). Fraksi
jaringan yang menjadi tuhan kecil ku saat ini, karna di situlah aku bermunjat
tentang isi hati, walau terkadang bahasa yang ku gunakan selalu bersayap,
syarat akan makna ambigu . Aku berjalan enggan membawa perasaan cintaku yang
telah lama hilang, tak bisa aku pungkiri kerak-kerak cinta yang mampir sangat menggangu
alam rasionalitas ku “ dasar lelaki’” cacian dalam hati yang semesti nya tak ku
tunjukan pada semua mahluk tuhan, yang bernama adam, tapi hanya untuk adam yang
masih membawa tradisi ketika ia menjadi pendosa, keluar dari taman surga
bersama Hawa, aku ada di situ bersama nya kala itu, sifat-sifat Hawa ada pada
di diriku. Yang menarik kali ini Hawa tidak bersama Adam dalam keluar dari
rumah surga nya. Aku sering mendengar, walau rumah gubuk, tapi jika milik
sendiri “Ya” tetap surga, makanya Rumah ku adalah surga ku.” Tradisi anak cucu
Adam yang sedikit berbeda. “ Terkadang aku dan cermin buluk berbicara layak
Adam dan Hawa.
”Kenapa
kau tega mengkhianati cinta kita?”. Aku seolah mendengar cermin buluk ku
menjawab
“aku tak
pernah mengkhianati cinta mu!”. “ Lalu !.” siapa perempuan yang menelpon mu
dengan mesra tempo hari lalu ?”. “ Itu kan rekan kerja ku!”. “
Aku tak
pernah mengacuh kan lagi, dan aku tak mau mendengar seribu alibi yang di
lemparkan pada ku. Namun dia, adalah lelaki yang pandai dan mampu menjinakkan
ku dengan rayuan gombal nya, sering beberapa kali ku di hadiai bunga mawar, ku
maknai kasih sayang dan ketulusan cinta nya pada ku, aku pun bahagia. “ Di
saat–saat itulah hati ku penuh dengan buaian manis, keterlenaanya akan
romantisme yang membuat ku mengingat nya hingga kini, namun tak kalah muak nya
kini jika ku mengingat sakit hati dari nya. Ingin ku lempar kaca buluk ku yang
setiap pagi menemani ku bersolek. Aku masih tahan jika hanya makan dengan garam
sehari, tapi jangan kau dua kan cinta kita, itu yang tak ku tahan. “ Memang ku
catat dalam buku harian ku, karna ku tak ingin menyimpan nya di hati”, aku
hanya ingin hati ku untuk Robbil Idzati, tak ada lagi berhala cinta singgah di
hati ku, berhala cinta kaum Adam, cinta dan hati ku, hanya ku persembah kan
untuk sang pencipta.
“Anak-anak
adalah anak yang baik dan cerdas... selalu mendapat rangking di sekolah. Aku
adalah guru mereka di rumah, aku selalu mengajari dan menemani mereka belajar,
aku sedih tidak bisa seperti dulu lagi!”. “Oo iya... aku belum cerita kenapa
orang tua tidak merestui...!”. itu karena dulu banyak pria yang suka sama aku
dan mereka rata-rata orang kaya... sedang aku memilih orang sederhana dan
tinggal di pemukiman kumuh pinggir kali...”. Aku ga menyesal cuma merasa
bersalah aja... andai dulu mendengar kata orang tua....”. Aku hanya punya rasa
cinta yang sangat mendalam... itu aja, hingga rasa cinta itu hilang, tak
membekas sedikitpun... hilang krn cinta yang suci selama ini telah di nodai...!.
Seberat apapun
beban derita hidup bersamamu ku kan terima.... tapi jika kau menghianati
cinta... itu tak bisa ku terima...,karena aku tidak pernah disakiti oleh
cinta...sebelum aku kenal dia aku pernah beberapa kali pacaran...tapi putus bukan
karena di khianati.. jadi aku ngga pernah ngerasain sakit hati...” orang tua ku secra tidak
lngsung menentang hubungan ku dengan Mas Bibin, di depan dia baik, tapi di belakang
memarahiku, namun demikian aku berusaha tersenyum, walaw hati ku menangis...!!!
Aku tak ingin kisah ini berulang !!!
Sudah berulang kali, ia meminta maaf kepada ku.
Perihal ia menyakiti ku. Berkali-kali ia katakan, selalu menyesal dan tak mau
mengulangi nya lagi. Aku dia sambil mendengar mencari posisi aman untuk
mendengarkan kisah yang menurut ku bakal terulang kemabli.
TELEPON GENGGAM dan PESAN SINGKAT
“Mah !,
besok aku akan pergi Ke luar kota, dan seperti
nya 3 hari”, sambil meyakin kan ku,
rekan kerja sekantor nya pamit kepada ku, seolah mohon restu pada , dan yang
tak kusangka, rekan kerja wanita itu. Dia pun hadir berpamitan kepadaku,
sungguh usaha yang luar biasa dari seorang lelaki, “ya” lelaki itu adalah
mantan suami ku kini. Sabtu mereka berangkat dengan satu alas an yang
menggelikan, tugas luar kota. Aku ketika itu sebagai istri selalu saja memercayai
apa yang suami ku katakan. Aku tak lebih hanya ingin membahagiakan suami ku
demikian ia. Senin pagi ia pulang, Nampak lelah sekali, ku tak berani membangun
kan suami ku yang tertidur lelap. Capek sekali nampak nya. Jelas terlihat dari
raut wajah nya yang Nampak lelah, sorot mata nya menyiratkan,
“aku mau istirahat, jangan ganggu tidur
ku”,
ku coba memahami siratan mata nya yang
bulatkalau ia mau istirahat, dan tak kan ku gangu. Ku lempar senyum mesra dan
penuh kasih pada nya.
“Seberat apapun beban derita hidup
bersamamu ku kan terima.... tapi jika kau khianati cinta... itu tak bisa ku terima...,karena
aku tidak pernah disakiti oleh cinta”. “Bathin ku !”.
Perlahan sekali ku atur dengan seksama gerakan
ku, agar tak mengeluarkan bunyi, ku takut mengganggu istirahat nya. Sungguh aku
bangga sekali dan menghargai sebagai seorang suami. Ku isi kesendirian dengan
menyibukan diri membenahi perabotan rumah tangga.
“Bathin ku”, suami yang patut di
banggakan, suami teladan bagi istri nya, juga panutan buat anak-anak nya,
sungguh luar biasa!”.
“Tut…tut!, benda kecil yang super
canggih, dan mampu mengintip dunia, tak kusangka benda kecil yang kini menjadi
dewa bagi umat manusia kini, “ya, handphhone”, seperti tanda short message
send, masuk pesan singkat, tak ku buka dan ku biarkan saja, karena ku tahu,
benda itu punya suami ku, aku tak berani membuka nya. Kembali kunikmati
pekerjaan rumah ku, telepon rumah ku bordering.
” Hallo!”.
“Siapa ini ?” Ku bertanya ..
“Ada pak bibin bu ?...”
Sebelum ku jawab, ku balik bertanya. “
dari siapa ini?...”.
Ia menjabab dengan singkat,”dari kantor
bu!”. “Ooo, ada perlu apa ya ?” “kenapa pak bibin tidak masuk kerja bu?”. Aku
terdiam sejenak, memelajari pertanyaan orang kantor, yang bertanya polos seolah
tak tahu, kalau suami ku itu sedang capek dan butuh istirahat.
”hallo!”.
“iya, hallo!”
Bukan kah suami ku baru pulang tugas luar kota
pagi ini, ko’ kenapa orang kantor menelpon dan memertanyakan nya, apakah
sekejam itu kantor ?. Tak menghargai tenaga manusia, “pikir ku!”, dia kurang
enak badan”, ku nekat menjawab, kepada rekan kantor nya yang sering di sebut
nama nya oleh suami ku. “ Baik lah bu, lain kali jika tak masuk kerja, tolong
di kasih kabar, terima kasih bu !”. Memang rekan kerja yang satu ini kurang
mengenakan cerita tentang nya, namun
dari dialah akhir nya ku ketahui, bahwa sms-sms mesra wanita selingkuhan nya
terbongkar, “Ya, telepon yang membingungkan ku!, membuat ku berfikir dan
mengalir kecurigaan ku, spontan mata ku tertuju ke telepon genggam suami ku.
Sekali ku liat telepon genggam suami ku
dan kembali ku tatap wajah suami ku. “ Hmn penyakit jiwa apalagi ini!”, ku di
bunuh oleh ketakutan dan kecurigaan ku akan kenyataan, jika saja suami ku
selingkuh!”. Ku ambil telepon ganggam suami ku, ku beranikan diri untuk membuka
nya
========================================================================
BADRUN SANG PEMBERONTAK
SANG KEKASIH
Sudah sejak Agustus 2000, satu hari setelah hari kemerdekaan Bangsa ini, kukenal ia, sebagai wanita yang penuh perhatian padaku, hingga banyak lelaki lain yang cemburu padaku, Ahhh… Infotaiment pikirku… Anjing menggonggong kafilah berlalu, tak ada lagi waktu kusempatkkan untuk berbagi pada kawan-kawanku, memang wanita membuat goyah keimananku, hanya sesekali Kumenyapa kawan lamaku… tak ada lagi kumpul-kumpul yang biasa ku hadiri bersama kawan-kawanku untuk bicara bagaimana menanyakan kabar pada gembel-gembel,yang senasib denganku, hanya kabar dan salam dari kawan yang menyapaku…enteng saja ku anggapnya, luar biasa panah asmaranya menancap dalam dalam relung jiwaku, romantis benar Aku dikala itu… usiaku padahal masih teramat muda kala itu. Buah bibir sana-sini kudengar sumbang, dari kawanku…seperti biasa ku hanya diam tidak mau ambil pusing, Sialan pikirku’ pengadilan apa lagi ini !...belum saja seumur jagung aku jalan dengannya, ahhh...sudahlah. Aku jalan ke Monas, persis tepat kumenghadap Kedutaan Amerika sambil muntahkan serapah dan kebencianku pada gedung megah itu, hanya itu yang kumampu untuk mengumpat Amerika, entah apa tujuanku kala itu, yang jelas kunyatakan Amerika sebagai bajingan direpublik ini, walaupun yang kutahu hanya nyopet dan jambret.
“ Ma Kopi ”,
ngutang pa bayar ?...
ngutang Ma’
Abis………!!!
Sialan nih nenek-nenek tua, membatin dalam hati..
nanti sore gua bayar Ma’
bayar pake apa’an luh ? kerja aja kaga…
Kusundut rokokku, kutarik dalam, sambil menghembuskan asap rokok keudara…
“kenapa sih ma ngutang aja ga boleh” !...
Utang luh dah banyak…
Drun…eluh beli rokok bisa, giliran kopi utang…luh sial dangkalan juga luh…
Begitu, setiap kali kumuak dengan aparat, pejabat, orang-orang bahkan pacarku, kuselalu, berangkat keMonas duduk menghadap kekedutaan Amerika, kumuntahkan kebencian, sumpah serapah dan semua kedzoliman kehadapan kedutaan besar Amerika yang aku muak kepadanya, disanalah kutumpahkan kebencianku, sehingga mempertebal keimananku akan Kemunafikan Amerika sebagai negara Adidaya yang menindas, menghisap, begitupun terhadap Australia, kumuntahkan juga semua sumpah serapah tentang bangsaku kepadanya, kebencianku, tentang pejabat-pejabat Korup, dan politisi busuk semua kubangun dengan mengarahkannya semangat perlawan dan kumuntahkan, kebencian dan kemuakanku kesemua negara-negara Kapitalis yang licik, Negara-negara yang suka ikut campur tangan ekonomi bangsaku, bajingan kampret, memang, Cara yang kuanggap, menghindari kebencianku terhadap bangsa dan saudara-saudaraku sendiri dari kemuakan terhadap saudar-saudaraku yang korup. Jeblosakan dan tangkap, titik, tak ada kompromi. Kiblat sumpah serapah, Kedutaan Amerika.
·
“ Ma Kopi ”,
ngutang pa bayar ?...
ngutang Ma’
Abis………!!!
Sialan nih nenek-nenek tua, membatin dalam hati..
nanti sore gua bayar Ma’
bayar pake apa’an luh ? kerja aja kaga…
Kusundut rokokku, kutarik dalam, sambil menghembuskan asap rokok keudara…
“kenapa sih ma ngutang aja ga boleh” !...
Utang luh dah banyak…
Drun…eluh beli rokok bisa, giliran kopi utang…luh sial dangkalan juga luh…
Begitu, setiap kali kumuak dengan aparat, pejabat, orang-orang bahkan pacarku, kuselalu, berangkat keMonas duduk menghadap kekedutaan Amerika, kumuntahkan kebencian, sumpah serapah dan semua kedzoliman kehadapan kedutaan besar Amerika yang aku muak kepadanya, disanalah kutumpahkan kebencianku, sehingga mempertebal keimananku akan Kemunafikan Amerika sebagai negara Adidaya yang menindas, menghisap, begitupun terhadap Australia, kumuntahkan juga semua sumpah serapah tentang bangsaku kepadanya, kebencianku, tentang pejabat-pejabat Korup, dan politisi busuk semua kubangun dengan mengarahkannya semangat perlawan dan kumuntahkan, kebencian dan kemuakanku kesemua negara-negara Kapitalis yang licik, Negara-negara yang suka ikut campur tangan ekonomi bangsaku, bajingan kampret, memang, Cara yang kuanggap, menghindari kebencianku terhadap bangsa dan saudara-saudaraku sendiri dari kemuakan terhadap saudar-saudaraku yang korup. Jeblosakan dan tangkap, titik, tak ada kompromi. Kiblat sumpah serapah, Kedutaan Amerika.
·
SELAMAT PAGI….
Pukul 24.00 Menjelang dini hari, disini orang-orang masih menyibukan diri, sibuk penuh kerumunan pada saat tetangga kampung-kampung disekitar terlelap tertidur pulas, pengap, sumpek, berisik dan penuh sumpah serapah orang-orangnya. Anak-anak dibangunkan oleh keterpaksaan yang merenggut malamnya untuk istirahat. Anak-anak disini membawa penyakit jiwa yang diturunkan oleh orang-orang tua mereka yang menjadi warisan berkala yang diterimanya tanpa Hibah melalui kantor–kantor hukum resmi. Pagi saat kebanyakan orang-orang asik siap untuk beraktifitas dan bekerja, mereka asik terlelap tidup, dan tak ingin diganggu, hari-hari yang melelahkan. Sambil keluar rumah dengan muka masam, tak lupa membawa kemarahan, prilaku jiwa yang aneh dan tak lazim bagi anak seusia Badrun, Umur baru 14 tahun, persoalaan 45 Tahun. Membawa beban rumah tangga , menanggung Ibunya yang mulai sakit-sakitan dan 5 orang adiknya yang masih kecil-kecil dan ditambah Ayahnya yang sangat dibencinya.
Seorang yang pembawaan agak pendiam namun keras kepala, raut wajahnya kasar, tarikan wajahnya menyiratkan semangat ketidakpuasan dan pembangkangan yang keras, jelas dari sorot matanya yang tajam Ia Nampak menolak kehidupan selama ini, Seumur hidupnya, mungkin ketika Ia masih dikandungan, yang diceritakan Ibunya, kalo tangisannya membuat gerah pejabat Pemerintah yang kebetulan pada waktu ini tinggal dan bertetangga dengan almarhum kakeknya, kelahiranya yang hanya ditemani sebatang lilin yang hampir Habis nyala apinya, serta bilik bambu dan Bale yang kini menjadi tempat tidurnya, akte kelahirannya pun dicatat pada kayu dingding pojokan rumahnya, dengan sebatang paku karat, yang telah lama disimpannya, berbekal keterampilan menulis sang Ibunda, berbidankan semangat kuat Ibunya sendiri tanpa ruang layaknya seorang pada zamannya lahir, ditemani temaram lampu lilin, dan semangat untuk merendahkan harga diri pejabat serta dokter, dengan tidak meminjam uang kepada pejabat yang kebetulan tetangga nya sendiri, yang kemudian harinya, ia harus menanggung beban hutangnya berkali kali lipat, berikut bayi yang akan dilahirkan juga menaggung beban akibatnya, ya” beban hutang, Bayi menanggung beban hutang. Berbeda dengan lahirnya seorang pembrontak yang merdeka, terlahir tanpa beban hutang, lahir atas karunia Allah SWT dan semangat untuk menjadi orang yang merdeka. Bayi yang terlahir ditengah huru-hara politik ketika Amir Biki ditembaki oleh Tentara, peristiwa pembangkangan terhadap rezim Soeharto, zaman berubah dari rezim penguasa satu kepenguasa lainnya, penguasa dzolim dan lalim, penguasa yang bertamengkan Demokrasi, yang tak pernah kumengerti binatang apa itu, yang kumengerti hanyalah buas, menginjak, membunuh perlahan tapi pasti dan hingga hari ini demokrasiku, demokrasi menahan lapar, mencari makan lewat cara yang tak halal, mencopet dan menjambret orang-orang berduit. Bahkan harampun kini kukatakn halal, apabila perutku lapar, Ibuku sakit, atupun adik-adikku tak makan, juga kawan-senasibku. Kebencian yang dibidani oleh kesusahan hidup, muak dengan prilaku yang kasar, dan merugikan orang, pahitnya kenyataan membunuh ketegaanku untuk melakukan prilaku haram, atau mati ditelan kerasnya hidup, dizaman Cicak dan Buaya bertengkar, dimasa Bank Century Membobol Uang Negara, Dizaman serba muak negara tetangga reseh, mengklaim Batik, Reog Ponorogo, Tari Pendet, Zaman tak Berwibawa, zamanya ketiak Asing jadi parfum..............bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar